1. Tiga pendekatan dalam menanggapi
perkembangan teknologi komunikasi menurut Anthony G. Wilhelm :
a.
DYSTOPIAN
Aliran
ini sangat hati-hati dan kritis terhadap penerapan teknologi, sebab dampak yang
ditimbulkan adalah pengacauan kehidupan sosial dan politik. Upaya-upaya yang
dilakukan faham ini adalah dengan mengembalikan kualitas-kualitas esensial yang
menyusut dalam masyarakat kontemporersebagai contoh interaksi tatap muka
dianggap lebih alamiah daripada menggunakan media.
Di
sini pengguna teknologi komunikasi bersikap hati-hati, teliti, dan kritis
terhadap teknologi yang digunakannya. Karena sekarang ini telah banyak kasus
penyimpangan dan kejahatan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, misalnya
adanya para hacker, dan cybercrime, cyber espionage, cyber sabotage, dan
lain-lain.
b.
NEO-FUTURIS
Aliran
ini merupakan refleksi dari ‘warisan’ tak terkendali dari gelombang pertama
Futurisme. Suatu keyakinan yang tidak kritis sedang berlangsung, yaitu
penerimaan terhadap hal-hal baru, teknologi high speed dianggap sebagai
kekuatan-kekuatan yang menggilas semua yang dilewatinya, dan meletakkan dasar
kerja untuk masa depan yang penuh harapan.
Di
sini neo-futuris menganggap bahwa teknologi memudahkan seseorang, entah untuk
berkomunikasi, bersosial, berpolitik, bertransaksi informasi, dan sebagainya.
Masyarakat dan pengguna teknologi juga menerima keberadaan suatu teknologi
baru, karena beranggapan hal tersebut adalah suatu hal yang inovatif untuk
dijadikan standart kerja masa depannya.
c.
TEKNO-REALIS
Teknorealis
adalah “ teknologi tidak netral” dan “internet adalah revolusioner tetapi tidak
utopia”. Faham ini mengakui teknologi digital mempunyai manfaat-manfaat praktis
yang dapat digunakan namun tanpa harus melawan nilai-nilai kemanusiaan.
Tekno-realis ialah sebagai penengah
antara Dystopian dengan Neo-Futuris dalam penerapan teknologi komunikasi dan
dampak-dampaknya dalam masyarakat. Tekno-realis di sini terbuka dan menerima
hal-hal baru, namun tetap berhati-hati dengan teknologi tersebut dan berkaca
pada nilai-nilai kemanusiaan yang ada.
2. Istilah yang digunakan para pakar
ilmu sosial yang menunjukkan perkembangan fase masyarakat informasi :
·
George Lichtein menggunakan istilah
post-bourgeois.
·
Ralph Dahrendorf menggunakan istilah
post-capitalism.
·
Amitai Etzioni menjuluki post-modern.
·
Kenneth Boulding memakai istilah
post-civilized.
·
Namun dalam hal popularitas,
sosiolog Harvard, Daniel Bell menyebutnya dengan istilah masyarakat
post-industrial.
3.
Karakteristik masyarakat informasi :
Rogers (1986) merumuskan masyarakat informasi
sebagai berikut :
“Suatu bangsa di mana mayoritas angkatan kerja
adalah terdiri dari para pekerja informasi, dan di mana informasi merupakan
elemen yang paling penting. Jadi masyarakat informasi mencerminkan suatu
perubahan yang tajam dari masyarakat industrial di mana mayoritas tenaga kerja
bekerja dalam pekerjaan manufacturing seperti perakitan mobil dan produksi
baja, di mana yang merupakan elemen kunci adalah energi. Kontras dengan itu,
para pekerja individu pada masyarakat informasi adalah mereka yang aktifitas
utamanya memproduksi, mengolah atau mendistribusikan informasi, dan memproduksi
teknologi informasi.”
Sehingga
dapat disimpulkan karakteristik masyarakat informasi adalah:
·
mayoritas
angkatan kerja adalah terdiri dari para pekerja informasi, jadi masyarakat
informasi mencerminkan suatu perubahan yang tajam dari masyarakat industrial di
mana mayoritas tenaga kerja bekerja dalam pekerjaan manufacturing seperti
perakitan mobil dan produksi baja, yang mana elemen kuncinya adalah energi.
·
informasi
merupakan elemen yang paling penting, di mana mencerminkan suatu perubahan yang
tajam dari masyarakat industrial yang elemen pentingnya adalah energi,
sedangkan pada masyarakat informasi elemen pentingnya adalah informasi.
·
para
pekerja individu pada masyarakat informasi adalah mereka yang aktifitas
utamanya memproduksi, mengolah atau mendistribusikan informasi, dan memproduksi
teknologi informasi,
·
proses
produksi dan distribusi segala bentuk informasi, terutama berbasis teknologi
komputer elektronik, telah menjadi sektor utama dalam perekonomian masyarakat,
·
interaktifitas
media dalam berkomunikasi juga terus mengalami peningkatan, yang mana
masyarakat semakin terdorong untuk menjalin hubungan-hubungan sosial melalui
jaringan-jaringan media, sehingga secara bertahap hubungan tersebut akan
menggantikan atau melengkapi jaringan sosial kemasyarakatan ataupun komunikasi
tatap muka.
4.
Gambaran masyarakat informasi di
Jepang :
Joho Shakai atau masarakat informasi
menunjukkan sebuah kematangan yang dinyatakan bahwa kemakmuran dan kebudayaan
pasca industri sangat bergantung pada teknologi-teknologi informasi (Ito,
1980). Masyarakat seperti ini dibedakan dari setiap tahapan evolusi masyarakat
sebelumnya. Pada masyarakat seperti ini informasi sangat dihargai tinggi dan
bahan mentah yang mendasari kegiatan-kegiatan ekonomi, industri, dan
perkembangan sosial (Tanaka, 1978). Berarti di Jepang pada awal tahun 1970-an
masyarakat informasi telah diletakkan dengan baik sebagai konsep yang dapat
meningkatkan kepekaan kalangan bisnis, intelektual dan cara pandang masyarakat
Jepang terhadap nilai teknologi dan produk informasi sebagai jalan paling tepat
mengembangkan masa depan.
Pada tahun 1972, minat besar
pemerintah mengetahui adanya pengaruh industri informasi terhadap masyarakat
terbukti dalam laporan Departemen Pos dan Telekomunikasi Jepang yang mendorong
munculnya kesadaran bahwa teknologi informasi memperpendek ruang waktu dan
mengurangi kesenjangan ekonomi masyarakat. Pada periode 10 tahun antara
1960-1970, pemerintah Jepang memperkirakan pasokan informasi meningkat 400%,
sedang konsumsinya hanya meningkat 140%. Analisa kekuatan faktor-faktor yang
bertanggung jawab atas pertumbuhan informasi lebih dari 70% didorong oleh
peralatan informasi-telepon, pesawat televisi, dan komputer. Sedangkan sisanya
seperti pertumbuhan penduduk, tradisi, sumber informasi noneletronik.
Pada tahun 1971 tercatat 75 telepon
per seratus orang, data tersebut merupakan peningkatan yang progresif dibanding
tahun 1960 hanya 2 telepon per seratus orang. Pada akhir tahun 1977, Jepang
telah memiliki 38.000 komputer untuk berbagai tujuan yang seluruhnya bernilai
2.500 milyar Yen atau setara dengan 12 milyar dollar AS. Dan pemerintah Jepang
memutuskan pengembangan industri komputer dalam negeri yang benar-benar
kompetitif sebagai prioritas utama.
5. Bangsa indonesia sedang menuju untuk
menjadi masyarakat informasi, karena belum secara keseluruhan bangsa Indonesia
menjadi masyarakat informasi, atau bisa dibilang hanya sebagian dari kebanyakan
masyarakat Indonesia. Kebanyakan dari masyarakat Indonesia, hanya menyimpan dan
mendistribusikan, tanpa mengolah, atau hanya menyimpan saja tanpa mengolah dan
mendistribusikannya kembali. Sedangkan bila menilik dari pengertian masyarakat
informasi sendiri yang aktivitas utamanya adalah memproduksi, mengolah, atau
mendistribusikan informasi, dan memproduksi teknologi informasi, maka menurut
saya, bangsa Indonesia belum termasuk dalam kategori masyarakat informasi,
namun memang sedang menuju menjadi masyarakat informasi.